Pendidikan
mulai hadir di indonesia pada masa penjajahan belanda yaitu sebagai perwujudan
politik etis yang dijalankan oleh kerajaan Hindia – Belanda dalam
kerangka balas jasa terhadap negara jajahannya , Indonesia. Selain itu,
hadirnya pendidikan di Indonesia juga didorong oleh perubahan politik
dagang kolonial yang bersifat monopolistik menjadi politik kapital dagang
industri yang bersifat persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi
dari borjuis – borjuis yang sedang berkembang di negara tersebut. Pengusaha –
pengusaha belanda yang masuk ke Indonesia tersebut mengalami problem tenaga
kerja secara fundamental, yaitu lemahnya tenaga produktif di Indonesia.
Maka mulailah muncul sekolah – sekolah walaupun masih diskriminatif dalam
penerimaan siswanya.
Melalui
pendidikan tersebut diharapkan agar tenaga – tenaga kerja bersentuhan
dengan ilmu pengetahuan meskipun tidak sepenuhnya, tapi setidaknya
mampu tercipta tenaga produktif dari golongan pribumi yang mampu menggantikan
posisi tenaga kerja dari negeri belanda, dan dengan demikian biaya lebih murah
akan menjadi keunggulan komparatifnya.
Tetapi
pendidikan tersebut justru menjadi bumerang bagi penjajah belanda sendiri.
Karena ternyata melalui pendidikan rakyat akhirnya mampu memahami kondisi
mereka yang tertindas dan mulai menyusun perlawanan terhadap penindas
tersebut. Perlawanan rakyat indonesia yang dulunya hanya bersifat lokal,
tidak terorganisir secara modern, dan tidak berideologi telah berubah secara
kualitatif dan kuantitatif dimana – mana muncul secara massif dan
menasional perlawanan rakyat serta organisasi – organisasi modern,
revolusioner yang digerakkan oleh pemuda dan pemudi Indonesia yang telah
mengenyam pendidikan pemberian penjajah belanda. Muncullah tokoh – tokoh
perlawanan dari berbagai daerah yang pada akhirnya mampu membawa
Indonesia merdeka dari penjajahan yang telah diderita selama ratusan tahun.
Bercermin dari sejarah bangsa kita , sudah jelas bahwa pendidikan itu sangat
penting. Sumber daya alam yang ada di Indonesia ini sangat melimpah dan mampu
membuat negara lain menjadi ‘iri’ dengan kekayaan alam kita. Tapi kekayaan alam
yang melimpah itu menjadi sia – sia jika tidak diiringi dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia indonesia agar mampu mengelola sumber daya alam
yang ada tersebut dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
berhasil guna dan berdaya guna serta berkeadilan sosial. Sehingga pendidikan
dapat secara aktif meningkatkan taraf hidup masyarakat , dan membendung
kemiskinan serta tingginya angka pengangguran .
Lalu
bagaimana nasib pendidikan kita saat ini
!!!
Ternyata
di bawah pemerintahan Megawati pendidikan menjadi lebih buruk daripada
pendidikan yang ada pada zaman penjajahan dahulu. Bahkan sedikitpun tidak
terlihat adanya itikad baik dari pemerintahan Megawati – Hamzah untuk
memperbaiki sistem pendidikan yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya ,
justru malah menambah bobroknya sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat
ini sehingga dapat menyebabkan kemunduran bangsa kita sendiri.
Seperti
yang kita ketahui bahwa kebijakan pemerintahan Megawati untuk meminjam dana
bantuan moneter dari IMF untuk membayar utang – utang para koruptor di masa
orde baru, maupun saat ini Megawati harus menyetujui dan menandatangani
surat perjanjian yang diajukan oleh IMF yang kita kenal dengan LoI (Letter of
Intent ). Dalam LoI tersebut dimasukkan SAP yang isinya sejumlah syarat atau
kondisi yang harus diterapkan oleh Megawati untuk mendapatkan kucuran dana dari
IMF , isinya antara lain adalah menghentikan sejumlah proyek pembangunan
pemerintah yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, mencabut
subsidi rakyat yang dianggap pemborosan antara lain subsidi BBM, telpon ,
listrik, air, dan pendidikan. Termasuk menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
meskipun dengan sangat terpaksa harus melanggar HAM. Dan pemerintahan Megawati
sudah memenuhi semua isi perjanjian dengan IMF tersebut meskipun harus
mengorbankan nasib rakyat Indonesia yang mayoritas miskin.
Pencabutan
subsidi di bidang pendidikan mengakibatkan pendidikan menjadi mahal dan menjadi
barang yang langka. Untuk menutupi atau setidaknya mengurangi DOP ( Dana
Operasional Pendidikan ) pemerintah mengajukan proposal program dan pendanaan
peoyek Broad Base Education ( BBE ) kepada perusahaan – perusahaan swasta baik
swasta asing maupun lokal dan tentu saja dengan jaminan bahwa mata pelajaran
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan para pengusaha tersebut.
Pendidikan seperti ini yang kita kenal dengan pendidikan life skills dimana
kurikulumnya harus sesuai dengan standarisasi keahlian yang dibutuhkan oleh
pemilik modal tadi. Tetapi pembangunan di sektor pendidikan ini sangat
disayangkan karena tidak dibarengi dengan peningkatan atau perbaikan
nasib guru, padahal Megawati telah menjanjikan juga alokasi dana untuk
kesejahteraan guru, hal inilah yang mendorong timbulnya perlawanan dari para
guru – guru di berbagai daerah dengan jalan pemogokan.
Di
sektor pendidikan tinggi justru lebih buruk lagi, Anggaran pendidikan bagi
Perguruan Tinggi Negeri yang di alokasikan dari APBN malah terus mengalami
pengurangan tiap tahunnya Semenjak bulan April 2000, pemerintah sudah mencabut
subsidi Dana Operasional Pendidikan (DOP) dan Beasiswa Kerja Mahasiswa.
Negara kini memberikan dana kepada perguruan tinggi tidak lagi
dalam bentuk subsidi tetap, tetapi dalam bentuk Block Grant atau Blok
Dana artinya , Dana yang diberikan dalam jumlah – jumlah tertentu , sesuai
dengan kualitas yang ditentukan berdasarkan jumlah lulusan yang mampu di
hasilkan Perguruan Tinggi tersebut. karena dicabutnya
subsidi pendidikan DOP ( Dana Operasional Pendidikan ) dibebankan kepada
mahasiswa dengan jalan menambah biaya SPP. Adalah persoalan yang sangat pelik
jika ditengah krisis seperti ini dimana kebutuhan hidup semakin mahal ,
pendidikan pun sulit didapatkan . Hal inilah yang membuat pihak
Universitas harus mencari sumber dana lain untuk menutupi dana operasional
pendidikan dan membuka kampus bagi para pemilik modal Sehingga perusahaan
–perusahaan dapat menggunakan kampus untuk mentenderkan dan mempromosikan
produk – produknya.
Kurikulum yang ada di Indonesia
selalu disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja . Kita juga pernah
mendengar istilah “ Link and Match “ yang artinya keseimbangan yang
terjadi antara dunia pendidikan dan dunia kerja , saking bersemangatnya
pemerintah memberikan kemudahan – kemudahan kepada perusahaan atau pengusaha
yang menjalankan program ini. Untuk mempercepat penyaluran tenaga kerja kepada
pemilik modal, pendidikan yang diberikan dibuat sepragmatis mungkin dimana
materi pelajaran yang signifkan dengan kebutuhan pengusaha itu dibuang dan direduksi
proses ilmiahnya dan kemudian disampaikan dalam potongan – potongan ilmu yang
di sebut dengan satuan kredit semester ( SKS ). Mahasiswa dipaksa untuk
mengikuti pelajaran dibawah ancaman DO ( Drop Out ) yang tentu saja lebih
menguntungkan kapitalis daripada mahasiswa. Celakanya lagi karena mekanisme
pasar juga berlaku dalam pasar tenaga kerja. Jumlah calon tenaga kerja
yang tiap tahun terus bertambah melebihi daya serap perusahaan – perusahaan
akhirnya malah melemahkan bargaining calon tenaga kerja itu sendiri seperti
yang terjadi di masa penjajahan yaitu harga murah menjadi keunggulan
komparatifnya, hal inilah yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di
Indonesia yaitu sekitar 40 juta orang.
Sekali lagi bahwa pendidikan adalah
ujung tombak dari kemajuan sebuah bangsa, tetapi apabila ujung tombak itu
tumpul, dengan kata lain pendidikan yang kita dapatkan tidak berkualitas malah
akan membuat kemunduran bangsa kita . Pendidikan yang berkualitas bukan
berarti bahwa pendidikan itu harus mahal , pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang ilmiah, murah , dan demokratis.
Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang murah, sangat disayangkan bahwa ternyata pendidikan itu hanya
didapatkan oleh orang-orang yang memiliki modal sedangkan di negara kita
mayoritas rakyatnya adalah miskin dan sengsara , jumlah rakyat miskin
menurut hasil survey World Bank yaitu dengan pendapatan dibawah 2 $ per hari
adalah kurang lebih 122 juta orang, pendapatan yang seperti itu sudah sangat
sulit untuk membiayai kehidupan sehari-harinya apalagi jika harus ditambah
dengan biaya pendidikan yang mahal . Sementara pendidikan yang berkualitas
adalah pendidikan yang berfungsi ganda , yaitu selain mencerdaskan kehidupan
bangsa juga membantu mengurangi kesenjangan antara daerah dan antara strata
sosial pendidikan yang murah atau bahkan gratis ini ditujukan kepada keluarga-
keluarga buruh, tani,dan kaum miskin kota yang paling sulit mendapatkan
pendidikan. Pendidikan gratis bukanlah utopis , ini bisa terwujud jika pemerintah
benar – benar memiliki itikad baik untuk membangun pendidikan di Indonesia .
Coba kita bandingkan dengan subsidi kepada militer yang nilainya jauh lebih
besar daripada subsidi pendidikan. Melalui pendidikan yang gratis tersebut
diharapkan kita akan mampu keluar dari keterpurukan dan pada akhirnya mampu
memahami kondisi kita yang sedang tertindas.
Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang ilmiah, pendidikan yang ilmiah adalah pendidikan yang tidak
kaku dalam bentuk teoritis saja tetapi harus lebih dari itu pendidikan
tersebut harus sesuai dengan realitas obyektif. Pendidikan yang selama ini kita
dapat kan melarang kita untuk dapat melihat realitas setelanjang –
telanjangnya, akibatnya ketika alumni pendidikan terjun kemasyarakat dia akan
kelabakan karena ternyata apa yang dia dapatkan ditengah-tengah masyarakat
sangat berbeda dengan teori-teori yang dipelajari dibangku kuliah. Kita
memiliki kewajiban untuk menggunakan atau menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara berhasil guna dan berdaya guna serta berkeadilan sosial di
tengah – tengah masyarakat. Selain itu ,pendidikan yang ilmiah juga membantu
kita untuk menemukan formula – formula baru yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat luas dan tentu saja relevan dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang mayoritas miskin bukan disesuaikan dengan kebutuhan para
kapitalis. Pendidikan yang ilmiah tersebut dapat digunakan untuk membina
lembaga-lembaga kemasyarakatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Pendidikan yang berkualitas adalah
pendidikan yang demokratis, selama ini pendidikan kita hanya mengajarkan kita
bagaimana menjadi manusia penurut ( yes man ) dan bukan menjadi manusia yang
seutuhnya. Dimana dalam proses belajar tersebut murid yang menjadi obyek yang
kemudian dicekoki pemikirannya dengan kata- kata yang harus di hapal dengan
sangat terpaksa karena mungkin akan keluar menjadi soal dalam ujian nanti, dan
jika dia tidak bisa menjawabnya nilainya akan rendah dan akan sangat sulit
untuk mendapatkan pekerjaan disebuah perusahaan besar yang berdiri di atas
tanah rakyat miskin yang digusur dan tidak dibayarkan ganti ruginya. Begitu
juga dengan penetapan-penetapan kebijakan dalam persoalan pendidikan para
murid , pelajar, dan mahasiswa harus dilibatkan karena mereka termasuk bagian
integral dalam proses pendidikan. Selain itu kita juga sangat menginginkan
adanya transparansi dana dari pihak akademik sehingga menutup kemungkinan
terjadinya penyelewengan dana dan pungutan-pungutan liar yang selama ini sangat
meresahkan para orang tua murid, pelajar dan mahasiswa. Murid, pelajar dan
mahasiswa juga berhak mengkritik pengajar jika dia merasa bahwa apa yang
diajarkan itu bertentangan dengan apa yang diketahuinya, dan pengajar
harus bisa menerima dengan senang hati , dan oleh karena itu sangat diperlukan
juga adanya transparansi penilaian dari pengajar. Adanya pengelompokan atau
pembagian murid dalam kelas-kelas dan sekolah unggulan juga sangat
berbahaya karena dikhawatirkan akan menimbulkan arogansi antara kelas dan
sekolah yang diunggulkan dengan kelas dan sekolah yang tidak diunggulkan ,
pemetaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam sektor pendidikan tersebut juga
salah satu bukti bahwa pendidikan yang ada saat ini tidak demokratis.
Adalah hak setiap rakyat untuk
mendapatkan pendidikan yang layak demi kemanusiaan. Tapi ternyata hak tersebut
sampai saat ini tidak pernah didapatkan oleh rakyat, masalah ini tentu
tidak lepas dari terjadinya proses komodifikasi pendidikan di Indonesia
yaitu berubahnya status pendidikan dari sebuah hak yang harus diberikan
kepada rakyat menjadi komoditi yang diperdagangkan oleh kapitalis dengan
bantuan negara demi akumulasi modal.
Dan di saat Megawati menyetujui
pencabutan subsidi pendidikan maka jurang pemisah antara yang kaya dan miskin
akan semakin terlihat. Ada kesenjangan antara orang yang mampu membeli
pendidikan yang jumlahnya minoritas dengan massa rakyat yang tidak mampu
membeli pendidikan yang harganya sangat mahal dan tidak sebanding dengan
mahalnya kebutuhan hidup lainnya yang juga dicabut subsidinya oleh
pemerintahan Megawati. Pemerintah seharusnya belajar dari sejarah bangsa kita
bahwa pendidikanlah yang pada akhirnya mampu mengangkat kita dari keterpurukan
akibat penjajahan.
Pendidikan gratis , ilmiah dan
demokratis menjadi kebutuhan yang sangat mendesak saat ini, mengingat
penderitaan yang telah dialami massa rakyat sudah sangat lama. Sementara
pemerintahan yang ada saat ini selalu salah dalam setiap pengambilan
kebijakan dan lebih banyak mengorbankan rakyat miskin , ini wajar saja
karena pengambilan kebijakan selalu digantungkan pada hutang luar negeri yang
dibuat oleh para koruptor pada masa lalu yang sama sekali tidak pernah
dinikmati oleh massa rakyat tapi saat ini justru massa rakyatlah yang disuruh
untuk menanggung hutang-hutang tersebut lewat pencabutan subsidi-subsidi
dan peningkatan pajak. Dan ini berarti agenda reformasi total yang
diamanatkan kepadanya telah dikhianati.
belajar
selagi muda, berjuang selagi bisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar