Minggu, 23 Desember 2012

PENDIDIKAN DI INDONESIA


Pendidikan mulai hadir di indonesia pada masa penjajahan belanda yaitu sebagai perwujudan politik etis yang dijalankan oleh kerajaan Hindia – Belanda dalam kerangka  balas jasa terhadap negara jajahannya , Indonesia. Selain itu, hadirnya pendidikan di Indonesia juga didorong oleh  perubahan politik dagang kolonial yang bersifat monopolistik menjadi politik kapital dagang industri yang bersifat persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi dari borjuis – borjuis yang sedang berkembang di negara tersebut. Pengusaha – pengusaha belanda yang masuk ke Indonesia tersebut mengalami problem tenaga kerja secara fundamental, yaitu lemahnya  tenaga produktif di Indonesia. Maka mulailah muncul sekolah – sekolah walaupun masih diskriminatif dalam penerimaan siswanya. 

Melalui pendidikan tersebut diharapkan agar tenaga – tenaga kerja bersentuhan dengan  ilmu pengetahuan meskipun tidak sepenuhnya, tapi setidaknya  mampu tercipta tenaga produktif dari golongan pribumi yang mampu menggantikan posisi tenaga kerja dari negeri belanda, dan dengan demikian biaya lebih murah akan menjadi keunggulan komparatifnya.

Tetapi pendidikan tersebut justru menjadi bumerang bagi penjajah belanda sendiri. Karena ternyata melalui pendidikan rakyat akhirnya mampu memahami kondisi mereka yang tertindas dan mulai menyusun perlawanan terhadap penindas tersebut.  Perlawanan rakyat indonesia yang dulunya hanya bersifat lokal, tidak terorganisir secara modern, dan tidak berideologi telah berubah secara kualitatif dan kuantitatif dimana – mana muncul secara massif dan menasional  perlawanan rakyat serta organisasi – organisasi modern, revolusioner yang digerakkan oleh pemuda dan pemudi  Indonesia yang telah mengenyam pendidikan pemberian penjajah belanda. Muncullah tokoh – tokoh perlawanan dari berbagai daerah yang pada akhirnya mampu membawa  Indonesia merdeka dari penjajahan yang telah diderita selama ratusan tahun.

            Bercermin dari sejarah bangsa kita , sudah jelas bahwa pendidikan itu sangat penting. Sumber daya alam yang ada di Indonesia ini sangat melimpah dan mampu membuat negara lain menjadi ‘iri’ dengan kekayaan alam kita. Tapi kekayaan alam yang melimpah itu menjadi sia – sia jika tidak diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia indonesia agar mampu mengelola sumber daya alam yang ada tersebut dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berhasil guna dan berdaya guna serta berkeadilan sosial. Sehingga  pendidikan dapat secara aktif meningkatkan taraf hidup masyarakat , dan membendung kemiskinan serta tingginya angka pengangguran  .

Lalu bagaimana nasib pendidikan kita saat ini   !!!                                                    


Ternyata di bawah pemerintahan Megawati pendidikan menjadi lebih buruk daripada pendidikan yang ada pada zaman penjajahan dahulu. Bahkan sedikitpun tidak terlihat adanya itikad baik dari pemerintahan Megawati – Hamzah untuk memperbaiki sistem pendidikan yang diwarisi dari pemerintahan sebelumnya , justru malah menambah bobroknya sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat ini sehingga dapat menyebabkan kemunduran bangsa kita sendiri.
Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pemerintahan Megawati untuk meminjam dana bantuan moneter dari IMF untuk membayar utang – utang para koruptor di masa orde baru, maupun saat ini  Megawati harus menyetujui dan menandatangani surat perjanjian yang diajukan oleh IMF yang kita kenal dengan LoI (Letter of Intent ). Dalam LoI tersebut dimasukkan SAP yang isinya sejumlah syarat atau kondisi yang harus diterapkan oleh Megawati untuk mendapatkan kucuran dana dari IMF , isinya antara lain adalah menghentikan sejumlah proyek pembangunan pemerintah yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, mencabut subsidi rakyat yang dianggap pemborosan  antara lain subsidi BBM, telpon , listrik, air, dan pendidikan. Termasuk menjaga stabilitas keamanan di Indonesia meskipun dengan sangat terpaksa harus melanggar HAM. Dan pemerintahan Megawati sudah memenuhi semua isi perjanjian dengan IMF tersebut meskipun harus mengorbankan nasib rakyat Indonesia yang mayoritas miskin.

Pencabutan subsidi di bidang pendidikan mengakibatkan pendidikan menjadi mahal dan menjadi barang yang langka. Untuk menutupi atau setidaknya mengurangi DOP ( Dana Operasional Pendidikan ) pemerintah mengajukan proposal program dan pendanaan peoyek Broad Base Education ( BBE ) kepada perusahaan – perusahaan swasta baik swasta asing maupun lokal dan tentu saja dengan jaminan bahwa mata pelajaran yang diberikan  harus sesuai dengan kebutuhan para pengusaha tersebut. Pendidikan seperti ini yang kita kenal dengan pendidikan life skills dimana kurikulumnya harus sesuai dengan standarisasi keahlian yang dibutuhkan oleh pemilik modal tadi. Tetapi pembangunan di sektor pendidikan ini sangat disayangkan karena tidak dibarengi dengan peningkatan  atau perbaikan nasib guru, padahal Megawati telah menjanjikan juga alokasi dana untuk kesejahteraan guru, hal inilah yang mendorong timbulnya perlawanan dari para guru – guru di berbagai daerah dengan jalan pemogokan.

Di sektor pendidikan tinggi justru lebih buruk lagi, Anggaran pendidikan bagi Perguruan Tinggi Negeri yang di alokasikan dari APBN malah terus mengalami pengurangan tiap tahunnya Semenjak bulan April 2000, pemerintah sudah mencabut subsidi  Dana Operasional Pendidikan (DOP) dan Beasiswa Kerja Mahasiswa. Negara kini  memberikan dana kepada perguruan tinggi tidak lagi dalam  bentuk subsidi tetap, tetapi dalam bentuk Block Grant atau Blok Dana artinya , Dana yang diberikan dalam jumlah – jumlah tertentu , sesuai dengan kualitas yang ditentukan berdasarkan jumlah lulusan yang mampu di hasilkan Perguruan Tinggi tersebut.     karena dicabutnya subsidi pendidikan DOP ( Dana Operasional Pendidikan ) dibebankan kepada mahasiswa dengan jalan menambah biaya SPP. Adalah persoalan yang sangat pelik jika ditengah krisis seperti ini dimana kebutuhan hidup semakin mahal , pendidikan pun sulit didapatkan .  Hal inilah yang membuat pihak Universitas harus mencari sumber dana lain untuk menutupi dana operasional pendidikan dan membuka kampus bagi para pemilik modal Sehingga perusahaan –perusahaan dapat menggunakan kampus untuk mentenderkan dan mempromosikan produk – produknya.

Kurikulum yang ada di Indonesia selalu disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja . Kita juga pernah mendengar istilah  “ Link and Match “ yang artinya keseimbangan yang terjadi antara dunia pendidikan dan dunia kerja , saking bersemangatnya pemerintah memberikan kemudahan – kemudahan kepada perusahaan atau pengusaha yang menjalankan program ini. Untuk mempercepat penyaluran tenaga kerja kepada pemilik modal, pendidikan yang diberikan dibuat sepragmatis mungkin dimana materi pelajaran yang signifkan dengan kebutuhan pengusaha itu dibuang dan direduksi proses ilmiahnya dan kemudian disampaikan dalam potongan – potongan ilmu yang di sebut dengan satuan kredit semester ( SKS ). Mahasiswa dipaksa untuk mengikuti pelajaran dibawah ancaman DO ( Drop Out ) yang tentu saja lebih menguntungkan kapitalis daripada mahasiswa. Celakanya lagi karena mekanisme pasar juga berlaku dalam pasar tenaga kerja. Jumlah  calon tenaga kerja yang tiap tahun terus bertambah melebihi daya serap perusahaan – perusahaan akhirnya malah melemahkan bargaining calon tenaga kerja itu sendiri seperti yang terjadi di masa penjajahan yaitu harga murah menjadi keunggulan komparatifnya, hal inilah yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di Indonesia yaitu sekitar 40 juta orang. 
    
Sekali lagi bahwa pendidikan adalah ujung tombak dari kemajuan sebuah bangsa, tetapi apabila ujung tombak itu tumpul, dengan kata lain pendidikan yang kita dapatkan tidak berkualitas malah akan membuat kemunduran bangsa kita .  Pendidikan yang berkualitas bukan berarti bahwa pendidikan itu harus mahal , pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ilmiah, murah , dan demokratis.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang murah, sangat disayangkan bahwa ternyata pendidikan itu hanya didapatkan oleh orang-orang yang memiliki modal sedangkan di negara kita mayoritas rakyatnya adalah miskin dan sengsara , jumlah rakyat miskin  menurut hasil survey World Bank yaitu dengan pendapatan dibawah 2 $ per hari adalah kurang lebih 122 juta orang, pendapatan yang seperti itu sudah sangat sulit untuk membiayai kehidupan sehari-harinya apalagi jika harus ditambah dengan biaya pendidikan yang mahal . Sementara pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang berfungsi ganda , yaitu selain mencerdaskan kehidupan bangsa juga membantu mengurangi kesenjangan antara daerah dan antara strata sosial pendidikan yang murah atau bahkan gratis ini ditujukan kepada keluarga- keluarga buruh, tani,dan kaum miskin kota yang paling sulit mendapatkan pendidikan. Pendidikan gratis bukanlah utopis , ini bisa terwujud jika pemerintah benar – benar memiliki itikad baik untuk membangun pendidikan di Indonesia . Coba kita bandingkan dengan subsidi kepada militer yang nilainya jauh lebih besar daripada subsidi pendidikan. Melalui pendidikan yang gratis tersebut diharapkan kita akan mampu keluar dari keterpurukan dan pada akhirnya mampu memahami kondisi kita yang sedang tertindas.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang ilmiah, pendidikan yang ilmiah adalah pendidikan yang tidak kaku dalam bentuk teoritis saja  tetapi harus lebih dari itu pendidikan tersebut harus sesuai dengan realitas obyektif. Pendidikan yang selama ini kita dapat kan melarang kita untuk dapat melihat realitas setelanjang – telanjangnya, akibatnya ketika alumni pendidikan terjun kemasyarakat dia akan kelabakan karena ternyata apa yang dia dapatkan ditengah-tengah masyarakat sangat berbeda dengan teori-teori yang dipelajari dibangku kuliah. Kita memiliki kewajiban untuk menggunakan  atau menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara berhasil guna dan berdaya guna serta berkeadilan sosial di tengah – tengah masyarakat. Selain itu ,pendidikan yang ilmiah juga membantu kita  untuk menemukan formula – formula baru  yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas  dan tentu saja relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas miskin bukan disesuaikan dengan kebutuhan para kapitalis. Pendidikan yang ilmiah tersebut dapat digunakan untuk membina lembaga-lembaga kemasyarakatan agar dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang demokratis, selama ini pendidikan kita hanya mengajarkan kita bagaimana menjadi manusia penurut ( yes man ) dan bukan menjadi manusia yang seutuhnya. Dimana dalam proses belajar tersebut murid yang menjadi obyek yang kemudian dicekoki pemikirannya dengan kata- kata yang harus di hapal dengan sangat terpaksa karena mungkin akan keluar menjadi soal dalam ujian nanti, dan jika dia tidak bisa menjawabnya nilainya akan rendah dan akan sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan disebuah perusahaan besar yang berdiri di atas tanah rakyat miskin yang digusur dan tidak dibayarkan ganti ruginya. Begitu juga dengan penetapan-penetapan kebijakan dalam persoalan pendidikan  para murid , pelajar, dan mahasiswa harus dilibatkan karena mereka termasuk bagian integral dalam proses pendidikan. Selain itu kita juga sangat menginginkan adanya transparansi dana dari pihak akademik sehingga menutup kemungkinan terjadinya penyelewengan dana dan pungutan-pungutan liar yang selama ini sangat meresahkan para orang tua murid, pelajar dan mahasiswa. Murid, pelajar dan mahasiswa juga berhak mengkritik pengajar jika dia merasa bahwa apa yang diajarkan itu bertentangan dengan apa yang diketahuinya, dan  pengajar harus bisa menerima dengan senang hati , dan oleh karena itu sangat diperlukan juga adanya transparansi penilaian dari pengajar. Adanya pengelompokan atau pembagian murid dalam kelas-kelas dan sekolah unggulan  juga  sangat berbahaya karena dikhawatirkan akan menimbulkan arogansi antara kelas dan sekolah yang diunggulkan dengan kelas dan sekolah yang tidak diunggulkan , pemetaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam sektor pendidikan tersebut juga salah satu bukti bahwa pendidikan yang ada saat ini tidak demokratis.

Adalah hak setiap rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang layak demi kemanusiaan. Tapi ternyata hak tersebut sampai saat ini  tidak pernah didapatkan oleh rakyat, masalah ini tentu tidak lepas dari  terjadinya proses komodifikasi pendidikan di Indonesia yaitu  berubahnya status pendidikan dari sebuah hak yang harus diberikan kepada rakyat menjadi komoditi yang diperdagangkan oleh kapitalis dengan bantuan negara demi akumulasi modal. 

Dan di saat Megawati menyetujui pencabutan subsidi pendidikan maka jurang pemisah antara yang kaya dan miskin akan semakin terlihat. Ada kesenjangan antara orang yang mampu membeli pendidikan yang jumlahnya minoritas dengan massa rakyat yang tidak mampu membeli pendidikan yang harganya sangat mahal dan tidak sebanding dengan mahalnya kebutuhan hidup lainnya yang juga  dicabut subsidinya oleh pemerintahan Megawati. Pemerintah seharusnya belajar dari sejarah bangsa kita bahwa pendidikanlah yang pada akhirnya mampu mengangkat kita dari keterpurukan akibat penjajahan.

Pendidikan gratis , ilmiah dan demokratis menjadi kebutuhan yang sangat mendesak saat ini, mengingat penderitaan yang telah dialami massa rakyat sudah sangat lama. Sementara pemerintahan yang ada saat ini selalu salah dalam setiap pengambilan kebijakan  dan lebih banyak mengorbankan rakyat miskin , ini wajar saja karena pengambilan kebijakan selalu digantungkan pada hutang luar negeri yang dibuat oleh para koruptor pada masa lalu yang sama sekali tidak pernah dinikmati oleh massa rakyat tapi saat ini justru massa rakyatlah yang disuruh untuk menanggung  hutang-hutang tersebut lewat pencabutan subsidi-subsidi dan peningkatan pajak. Dan  ini berarti agenda reformasi total yang diamanatkan kepadanya telah dikhianati.


belajar selagi muda, berjuang selagi bisah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar